SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM - Sengketa merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat. Sebab hal yang tidak bisa dipungkiri sebagai makhluk sosial akan terjadi gesekan baik berupa interaksi, sikap dan lengahnya tanggung jawab. Sehingga akan lahir problem sosial berupa cekcok, sengketa hak milik dan problem-problem lainnya.

Seiring dengan adanya problem tersebut, banyak cara dan jalan dalam penyelesaiannya. Tergantung bagaimana problem itu terjadi dan kapasitas sengketa itu sendiri. Ibarat penyakit, tidak ada yang tidak memiliki obat atau cara penyembuhan. Tinggal bagaimana sikap dan tanggung jawab manusia dalam mencari jalan keluar sebuah permasalahan atau sengketa.

Diantara banyaknya penyelesaian sengketa adalah melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Kedua cara tersebut jelas memiliki perbedaan baik dalam eksekusi maupun sangsinya. Sehubungan dengan hal ini litigasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan atau jalur hukum yang berlaku. Sedangkan non-litigasi merupakan cara penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi atau di luar jalur pengadilan merupakan suatu hal yang diakui di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan” .

Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan ” Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute Resolution) adalah  lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur  yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, atau penilaian para ahli.”

Dalam hal ini jelas bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) merupakan perbuatan yang legal dan diakui. Sehingga bukan merupakan perbuatan tercela apalagi hina. Teori ini juga dikenal  sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Ibarat kata yang pas untuk dituangkan dalam konteks ini “Jika ada yang mudah mengapa harus mencari yang sulit?”

Dampak yang akan dihasilkan dengan cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) tertatanya kondisi sosial yang tetap harmonis, baik dan terjaga. Sehingga hasil dari jalur ini adalah win-win solution tidak ada pihak yang dikalahkan melainkan semua pihak menang dan hasil keputusannya jelas dan tidak merugikan pihak manapun.

Terjaganya tatanan sosial pascabersengketa, juga merupakan sebuah hasil yang dilahirkan oleh para pihak yang menempuh jalur non-litigasi dalam penyelesaian sengketa. Sebab jalur ini mengajarkan para pihak agar menjadi orang yang tidak mudah mencari celah orang lain, melainkan mendidik agar mencari celah diri sendiri dan introspeksi akan segala tingkah diri.

Selain itu juga memudahkan para pihak dalam prosesnya. Sebab walaupun dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi atau ditempuh dengan jalur hukum di pengadilan. Pengadilan sejauh ini belum bisa merealisasikan asas dan jargonnya yaitu proses cepat dan biaya ringan. Dalam praktiknya jauh dari hal tersebut.

Contoh konkret saja, kasus yang sedang viral saat ini. Yaitu video syur yang diduga dilakukan oleh salah satu artis nasional. Sejatinya kasus itu tidak akan terbelit-belit jika ada upaya non-litigasi. Misal, yang bersangkutan memberikan pernyataan sesuai fakta dan menemui si pelapor untuk diselesaikan. Sebab akan bisa diketahui motif pelapor dalam kasus tersebut. Sehingga tidak beruntun panjang dan nama terkait tetap exis di dunia entertaimen tanah air.

Selanjutnya dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi tidak memerlukan adanya advokat atau pengacara sebagai garda terdepan dalam pihak tertentu. Melainkan hanya butuh satu orang sebagai orang ketiga atau sebagai penengah yang disebut dengan mediator. Dimana tugas mediator adalah adil dan konsisten menengahi kasus tersebut.

Hal inilah yang kemudian menjadi dasar utama dalam proses penyelesaian sengketa dengan cara yang ma’ruf dan baik, juga tidak membutuhkan proses yang berbelit-belit serta mengajarkan para pihak menjadi diri yang dewasa dan mengambil hikmah dari setiap masalah yang dihadapinya tanpa mengedepankan ego sebagai kontrol dari masalah tersebut.

Penting sekali dijadikan sebuah pembelajaran baru dalam hidup. Bahwa terkadang kesalahan yang kita buat kepada orang lain kita lemparkan begitu saja seakan orang lain yang salah. Merasa diri hendak menang dan disanjung, “saya dilawan, kalahkan jadinya” pernyataan itu banyak tersaji dan keluar dari seseorang yang tidak memiliki nilai rendah hati.

Sebesar apapun masalah yang dihadapi hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin dan tidak tersulut emosi yang lebih. Sehingga hasil dari putusan akhir adalah tetap terjaganya sosial yang tidak bisa manusia hilangkan sebagai makhluk yang saling membutuhkan dan saling erat dalam kehidupan sehari-hari. 

Terakhir, penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi atau menempuh jalur hukum di pengadilan juga diperlukan. Bukan untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah. Melainkan tetap mencari benang merah dan kebenaran yang diharapkan. Sehingga jika hal itu yang dijadikan dasar utama, hasil akhir yang diperoleh adalah pendewasaan para pihak.

Semoga kita semua termasuk sebagai orang-orang yang memiliki sifat dewasa dalam menyelesaikan masalah. Dan sesuai serta sejalan dengan aqidah yang diyakini sebagai hujah sehingga cara yang diberikan dalam penyelesaian sengketa tersebut senada dengan agama dan memiliki nilai yang kuat untuk dijadikan sebuah pembelajaran dari masalah tersebut. [**]

**Oleh : Lutfi Muktar
Penulis merupakan Mahasiswa Hukum Keluarga Islam FAI UMM dan  Aktivis IMM Tamaddun FAI UMM


Tags
SHARE