SHARE

Edi Setiawan (Dosen FEB UHAMKA)

CARAPANDANG.COM -  Bulan lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meresmikan program organisasi penggerak dalam sebuah kegiatan bertajuk Forum Organisasi Penggerak. Program yang dikemas secara apik ini lebih dititik beratkan partisipasi organisasi kemasyarakatan di bidang pendidikan.

Kemendikbud berkomitmen akan menciptakan Sekolah Penggerak dengan berbagai macam metode yang sesuai dengan kondisi masyarakat namun tetap menjunjung toleransi atas keberagaman. Organisasi Penggerak merupakan program kolaborasi antara sekolah dan ormas. Program ini melibatkan ormas secara masif untuk meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah. Kemendikbud lewat program ini total mengucurkan anggaran hingga Rp595 miliar.

Belum lega rasanya bila program program unggulan Kemendikbud yang digulirkan secara out of the box bak oase di tengah gurun tandus. Program ini bisa menjadi telaga dalam keringnya partisipasi civil society bisa juga menjadi martil dalam pendidikan. Tapi, sangat layak diapresiasi partisipasi civil society sangat ditunggu sesuai cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam rumusan mukaddimah UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi salah satu dasar negara pada sila ke lima Pancasila, berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rakyat dan negara bagian integral sebagai dua unsur relasi yang mereposisi hubungan partron dan client. Dua sisi yang saling bergantung, keduanya menuntun untuk saling terbuka dalam memberikan pelayanan akan kebutuhan bagi inovasi pendidikan. (Agung & Rumtini, 2019).

Tak heran bila banyak lembaga pendidikan dibangun atas dasar keprihatinan kualitas pendidikan. Namun, selama ini peran serta masyarakat khususnya organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan masih sangat minim. Partisipasi selama ini masih sebatas pada dukungan dana sementara dukungan lain seperti pemikiran, moral dan barang/jasa kurang diperhatikan. Perlu upaya memperbaikinya salah satunya melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan dengan melibatkan peran serta organisasi penggerak melalui partisipasi dalam proses pembelajaran.

Kekahawatiran akan muncul ketika program ini digulirkan. Padahal data menunjukan saat ini sudah ada 700 jaringan komunitas yang telah berperan. Dari jumlah itu, sekitar 40 yang memang bergerak di bidang pengembangan guru dan telah melakukan kinerja inovasi meskipun belum semua sekolah ikut dalam pengembangan. Keterbatasan ini nampaknya harus disinergikan dengan program organisasi penggerak.

Candu Pendidikan

Tak hanya komunitas, sejarah telah menunjukan sumbangsih terbesar hadir dari organsasi masa Islam Muhammadiyah dan NU. Sejak awal berdiri, Muhammadiyah dan NU memiliki perhatian yang sangat serius terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Tercatat kontribusi Ormas ini memiliki andil dalam menyelenggarakan pendidikan dari tinggat dasar sampai perguruan tinggi. Rasanya sumbangsih ini tak lepas dari paradigma dan visi organisasi yang setia untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Itulah sebabnya, hingga kini  Muhammadiyah dan NU memiliki aset ribuan lembaga pendidikan, dari tingkat paling dasar (PAUD) sampai perguruan tinggi (PT). Muhammadiyah dan NU sudah menjadi organsiasi penggerak akan mengalami kecanduan bila mana sudah melakukan pembinaan bagi sekolah-sekolah yang telah dilakukan. Meminjam bahasa Karl Marx, seorang filosof,  agama itu candu sebagai salah satu magnum ovusnya. Mungkin saja ini salah satu candu sosial yang didedikasi Muhammadiyah dan NU salam mengisi kemerdekaan Indonesia.

Peran pendidikan terlihat dari kehadiran Organisasi dari pimpinan ranting, cabang, daerah wilayah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan sokongan tenaga akan tumbuh kembangnya pendidikan di Indonesia. Muhammadiyah dapat dijadikan sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Ali Imron:104 dan surat Al Ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.

Gandeng Erat

Saling melengkapi NU dikenal memiliki jaringan lembaga pendidikan pesantren yang sangat luas. Dinyatakan, banyak dari mereka yang sukarela membiayai berbagai inisiasi di bidang pendidikan tanpa mengandalkan bantuan dari pemerintah. Muhammadiyah dan NU tidak diragukan dapat telah nyata menjadi organisasi penggerak masyarakat dalam membangun Sekolah Penggerak. Pada konteks inilah, Muhammadiyah dan NU sebagai bagian dari civil society yang peduli terhadap mutu pendidikan harus terus digandeng erat oleh pemerintah.

Peran ini sangat membantu dan meringankan tugas negara, yang jika bidang pendidikan sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah, pasti kewalahan dan tidak akan mampu menjalankannya secara maksimal. Artinya, Muhammadiyah dan NU diharapkan menjadi salah satu elemen penting terciptanya Sekolah Penggerak, tempat menuangkan seluruh konsep Merdeka Belajar.

Muhammadiyah dan NU harus memiliki porsi besar dari program ini dikarenakan dana yang dikucurkan sangat besar. Perlu adanya  pengawasan yang kuat dalam implementasi. Pasalnya, mengingat begitu banyaknya organisasi yang akan terlibat menjadi Organisasi Penggerak ini. Perlu pemetaan secara menyeluruh implementasi dari hulu ke hilir. Meskipun pemerintah sudah mengkategorisasikan organisasi dari meliputi kategori Gajah, kategori macan, dan kategori terendah ialah kijang, track record perlu dilihat secara data dan fakta.

Tugas berat yang akan dihadapi organisasi penggerak idealnya memiliki empat komponen diperlukan pengawasan yang ketat sesuai prosedur secara ringkas dimulai dari Kepala Sekolah harus bisa memonitoring proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar. Praktik mengajar, guru harus berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa. Setelah itu, siswa dirasakan dapat menikmati belajar, berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan kolaboratif (gotong royong). Dengan pengawasan ini sinergi dengan organisasi penggerak dapat  terwujud kualitas belajar siswa. *

*Oleh:  Edi Setiawan

Penulis adalah Sekretaris Program Studi Manajemen FEB UHAMKA