SHARE

Ilustrasi | Istimewa

CARAPANDANG - Potensi gagar bayar utang atau default pemerintahan Amerika Serikat membuat Presiden Joe Biden buka suara. Kondisi itu dipicu tak disetujuinya kenaikan pagu anggaran oleh Kongres AS.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen sebelumnya telah berulang kali menegaskan bakal ada "malapetaka" jika kondisi itu betul terjadi, apalagi jatuh tempo 1 Juni. Menurutnya default AS bukanlah pilihan.

Joe Biden menyatakan hal yang serupa dengan Yellen, menurutnya pemerintah dan kongres harus bisa bersama-sama menghilangkan potensi gagal bayar utang tersebut.

"Kita perlu menghilangkan ancaman gagal bayar," kata Biden setelah pembicaraan dengan ketua DPR dan Senat AS seperti dilansir AFP, dikutip Sabtu (13/5/2023).

Meski pembicaraan itu masih buntu, ia mengatakan dirinya dan para pemimpin Kongres- baik dari parti pendukungnya Demokrat atau oposisi Republik- akan bertemu lagi Jumat.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyinggung Asia. Biden mengatakan sedang mempertimbangkan untuk menunda perjalanannya yang akan datang ke Asia untuk pertemuan G7.

Biden menambahkan bahwa dia "masih berkomitmen" untuk hadir. Tetapi menambahkan bahwa pembicaraan plafon utang sangat penting.

"Mungkin," katanya saat ditanya wartawan apakah dia masih akan melakukan perjalanan.

"Jika kita belum sampai tujuan dan masih belum menyelesaikan ini ... saya tidak akan pergi," tegasnya.

Perlu diketahui, AS kini mencapai batas utang yang disetujui pemerintah dan kongres sebelumnya, sebesar US$31,4 triliun (Rp 460.000 triliun). Sebagai gantinya dana darurat sekarang digunakan.

Namun dana darurat pun terancam habis 1 Juni nanti. Untuk menghindari gagal bayar tersebut, kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang kembali.

Tetapi permasalahan menjadi alot dengan DPR yang kini dipegang parti oposisi pemerintah, Republik. Dengan hanya delapan hari tersisa bulan ini di mana DPR dan Senat dijadwalkan untuk bersidang pada waktu yang sama, semakin sempit untuk mencapai kesepakatan.

Mengutip CNN International, memang sejumlah dampak akan terjadi jika AS default. Mulai dari mandeknya pembayaran jaminan sosial, rata-rata US$ 1.827 (Rp 26,8 juta) hingga tunjangan 2 juta pegawai federal dan 1,4 veteran (anggota militer tidak aktif) senilai miliaran dolar.

Ini juga akan berdampak ke biaya pinjaman. Jika terjadi default, imbal hasil Treasury AS pasti akan naik untuk mengkompensasi peningkatan risiko bahwa pemegang obligasi tidak akan menerima uang yang mereka pinjam dari pemerintah.

Karena suku bunga pinjaman, kartu kredit, dan hipotek sering didasarkan pada hasil Treasury, biaya pinjaman uang dan pelunasan utang akan meningkat. Jumlahnya di atas peningkatan biaya yang sudah dihadapi orang Amerika dari kenaikan suku bunga Federal Reserve.

Keluarga dan bisnis juga akan lebih sulit mendapatkan persetujuan untuk jalur kredit karena bank harus lebih selektif dalam meminjamkan uang. Itu karena biaya pinjaman uang mereka juga akan meningkat, yang membatasi jumlah uang yang dapat mereka pinjamkan.

Belum lagi munculnya pengangguran. Gagal bayar utang dapat memicu penurunan ekonomi, yang akan mendorong lonjakan pengangguran, terutama saat AS sudah sudah berurusan dengan kenaikan suku bunga dan inflasi yang sangat tinggi.

Menurut Moody's, tingkat pengangguran akan melonjak menjadi sekitar 5%. Sementara ekonomi akan berkontraksi hampir setengah persen.



Tags
SHARE