SHARE

carapandang.com

CARAPANDANG.COM - Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban menyebutkan bahwa dengan angka persentase kasus positif dalam seminggu terakhir sebesar 27,7% menyebabkan risiko tertular Covid-19 ini jauh lebih besar.

“Risiko kita tertular Covid-19 jauh lebih besar dari seminggu hingga dua minggu, maupun sebulan yang lalu. Ini dicerminkan dari persentase kasus positif seminggu terakhir ini, 27,7% itu tinggi banget, yang disebut rendah adalah di bawah 5%,” ungkapnya pada Seri Webinar “Bersatu Melawan Covid-19”, Senin (8/2/2021) yang diselenggarakan dalam rangka HUT Ke-1 Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

PPKM yang sedang berlangsung juga menjadi sorotan Zubairi Djoerban. Ia berpendapat bahwa sebenarnya semua instruksi atau kebijakan yang terbit tentu sudah melewati proses monitoring dan evaluasi.

“Segala instruksi dan kebijakan yang sedang berlangsung tentu sangat bagus selama dilaksanakan dengan konsekuen dan didisiplinkan. Dan tentu monitoring dan evalusi yang sudah berlangsung perlu dilakukan secara berkala,” ucapnya.

Sisi positif yang dapat diambil dari kondisi yang sedang berlangsung sekarang adalah banyaknya bukti-bukti ilmiah serta bukti penjelasan dari berbagai peristiwa yang sudah semakin jelas.

“Yang positif dari kondisi sekarang adalah bukti-bukti ilmiah yang semakin lengkap serta bukti penjelasan dari berbagai peristiwa yang semakin jelas. Misalnya Bupati Sleman yang setelah divaksinasi kemudian positif begitu juga yang terjadi di Israel. Kalau dilihat dari peristiwa tersebut intinya adalah kekebalan internal tubuh kita tidak muncul secara instan. Perlu waktu sekitar satu bulan setelah vaksinasi pertama atau dua minggu setelah vaksinasi kedua. Jadi bukti-bukti ini menjadi penguat untuk vaksinasi,” ungkapnya.

Mengenai kecepatan vaksinasi yang dianalisa oleh Bloomberg Vaccine Tracer, Indonesia dianalisa harus menunggu 10 tahun lebih untuk bisa bebas dari pandemi ini, Zubairi Djoerban mengatakan bahwa itu bisa saja keliru tapi bisa juga menjadi sebuah kebenaran.

“Kalau dilihat dari data tersebut, Indonesia 10 tahun kenapa negara lain 7 tahun selesai. Sekarang data umumnya dulu, yang kemungkinan pesimistik dulu adalah contoh di dunia ini tidak hanya ada virus yang hilang dari dunia. Sebut saja influenza. Amerika Serikat belum bebas dari influenza meski vaksinnya sudah lama ditemukan. Fakta lain, influenza memakan korban jiwa puluhan ribu orang tiap tahunnya di sana,” imbuhnya.

"Ya kalau analisis menyatakan Indonesia baru bisa bebas pandemi 10 tahun lagi, ya kemungkinan benar. Apalagi melihat fakta penyakit flu dan AIDS yang sampai sekarang belum juga teratas," tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Selain itu, Zubairi mengatakan jika ada negara-negara lain yang diprediksi bisa mengatasi pandemi Covid-19 lebih cepat juga kemungkinan salah.

"Tapi, negara-negara lain yang diprediksi lebih cepat mengatasi pandemi Covid-19 ini juga kemungkinan salah. Saya tetap optimis bahwa Indonesia mampu mengatasi ini dengan baik. Kalau kemarin Pak Presiden mengatakan bahwa PPKM tidak efektif, itu tentu masalah implementasi," papar Zubairi.

Working with Media dalam Bersatu Melawan Covid-19

Media dalam cakupannya dalam memberikan informasi tentang pandemi Covid-19 ini tentu sangat diperlukan. Pemanfaatan semua jenis media tentu sangat diperlukan. Menurut Zubairi Djoerban, media memiliki cakupan yang luas ke masyarakat.

“Working with media itu sangat diperlukan. Semua jenis media harus dimanfaatkan karena cakupannya jauh lebih luas dibandingkan ceramah di depan kelas atau ruangan. Tidak hanya itu pentingnya untuk mengoreksi hoaks dengan cepat, tepat, dan luas menjadi peranan media. Karena masih ada beberapa yang ikut mempengaruhi pendapat masyarakat. Dan ini bisa dinetralisir saat ini kalau kita bisa menggunakan semua jenis media untuk mengkoreski,” imbuhnya.

“Fokus pada pesan utama, bagaimana menyampaikan bukti ilmiah dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Kerja sama ini perlu terus dibina sebelum masalah-masalah baru muncul. Ini penting sekali, ke sampingkan dulu perbedaan agama, politik dan lain sebagainya. Karena kita menghadapi musuh yang sama yang sangat serius,” tutup Zubairi Djoerban.

Tags
SHARE