SHARE

Ilustrasi | Istimewa

CARAPANDANG - Pemerintah dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk melarang kegiatan ekspor mineral mentah, salah satunya adalah bauksit. Hal itu merujuk pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan mineral dan batu bara (Minerba).

Tak hanya bauksit, jika mengacu pada UU Minerba itu, kegiatan ekspor untuk sektor tambang konsentrat tembaga juga akan terkena getahnya dilarangan ekspor pada Juni 2023 ini. Meskipun belum ada lontaran kata pelarangan dari Presiden Jokowi.

Jika memang konsentrat tembaga terimbas larangan ekspor, maka dampaknya bisa dibayangkan, bahwa kegiatan pertambangan di sektor ini akan berhenti, seperti pertambangan milik PT Freeport Indonesia (PTFI) dan juga PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

Kedua tambang itu mempekerjakan puluhan ribu masyarakat Indonesia. Sehingga, apabila kegiatan ekspor disetop, maka gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa terjadi. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2017 pemerintah juga pernah menyetop keran ekspor konsentrat tembaga Freeport, imbasnya 33.000 karyawan dirumahkan.

Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menilai rencana pemerintah menyetop ekspor mineral mentah bakal berdampak cukup signifikan bagi perekonomian daerah karena terancam adanya PHK. Misalnya seperti di Kabupaten Mimika yang selama ini 99% pendapatan asli daerah (PAD) nya bergantung dari Freeport Indonesia.

"Jadi di Mimika itu hidupnya karena PAD 99% diberi oleh PTFI kalau dia gak mampu ya tutup, terjadilah Kabupaten Mimika merdeka sendiri," ujar Djoko kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/4/2023).

Djoko pun optimistis pemerintah Indonesia bakal memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga bagi PT Freeport Indonesia. Sekalipun progres pembangunan smelter hingga Juni 2023 belum selesai. "Pemerintah juga berpikir secara holistik kalau dia (PTFI) sudah tinggi capex-nya sudah ada keseriusan pasti diampuni," katanya.

Pendapatan Negara Bisa Hilang Rp120 Triliun

Pada Senin (3/4/2023), pemerintah dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan juga Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengadakan rapat di Istana Negara, Senin (3/4/2023).

Rapat tersebut membahas mengenai sektor pertambangan yang salah satunya berkaitan dengan pembahasan mengenai ekspor yang dilarang pada Juni 2023 ini. Khususnya untuk ekspor konsentrat tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI).

Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan bahwa izin ekspor dilihat berdasarkan progres pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahannya (smelter). "Smelternya (Freeport) sekarang berdasarkan laporan per kuartal I-2023 itu sudah kurang lebih 60%. Sudah mengeluarkan dana hampir US$ 2 miliar, jadi progres cukup bagus," terang Menteri Arifin di Istana Negara, Senin (3/4/2023).

Menteri Arifin sendiri menyadari bahwa saat ini pemerintah memegang 51% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, apabila kegiatan ekspor dilarang maka akan ada potensial loss pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah.

Adapun potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar US$ 4,5 per pon. "Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya US$ 4,5 per pon tembaga, itu revenue-nya setahun bisa US$ 8 miliar," ungkapnya.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah masih membahas terkait dampak untung rugi dari kebijakan ini, termasuk dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Nah ini kita akan bahas lebih lanjut," ucapnya saat ditanya apakah kemungkinan akan ada relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport.

Sebelumnya, dukungan kepada Freeport juga sudah diungkapkan DPR RI.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menegaskan bahwa pihaknya akan membantu mencari solusi dari belum rampungnya smelter tembaga milik Freeport, namun juga ada kemungkinan relaksasi izin ekspor tembaga setelah Juni 2023 mendatang.

"Ya mau tidak mau, mungkin akan ada relaksasi lah perihal larangan ekspor (konsentrat tembaga Freeport)," ujar Sugeng saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (28/3/2023).

Dia menjelaskan, pihaknya mendorong PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan relaksasi ekspor bukan tanpa alasan. Sugeng menyebutkan, Smelter yang saat ini dibangun oleh PTFI memang terganjal force majeure atau keadaan yang memaksa, dalam hal ini pandemi Covid-19 membuat pembangunan smelter itu tertunda.

"Karena faktanya kan semua progres ya, Freeport bukan artinya tidak membangun (smelter), dia membangun kok. Tapi karena ada force majeure karena Covid dan sebagainya, jadinya tertunda lagi," tegas Sugeng.

"Relaksasi itu maksudnya diperbolehkan ekspor. Mau mundur 1 tahun misalnya, sebagaimana cut off date mestinya, karena juga ada force majeure," tambahnya.

Seperti diketahui, proyek smelter senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun yang sedang dibangun JIIPE Gresik itu akan mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi 600 ribu ton katoda tembaga per tahunnya.

Selain tembaga, smelter ini juga akan menghasilkan emas sebesar 35-50 ton per tahun dan 100-150 ton perak per tahunnya.



Tags
SHARE