SHARE

Rohmat Suprapto

CARAPANDANG.COM - Seiring dengan diluncurkannya program Merdeka Belajar dengan tajuk Kampus Merdeka  oleh  Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada awal tahun 2020, dipayungi dengan Permendikbud No 03 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi, nyata telah banyak mempengaruhi kebijakan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swata (PTS).

Kebijakan Merdeka Belajar di Kampus Merdeka (MBKM) mengusung empat paket kebijakan substantial di perguruan tinggi. Empat paket inilah yang disebut Mas Menteri sebagai “pelepas belenggu” agar perguruan tinggi lincah bergerak mengikuti perkembangan jaman yang terus berubah.

“Ini tahap awal untuk melepaskan belenggu agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai targetnya” Ujar Mas Menteri saat peluncuran di kantornya.

Empat Paket MBKM

Empat paket MBKM tersebut adalah, pertama sistem akreditasi perguruan tinggi. Pada era MBKM ini, akreditasi perguruan tinggi akan lebih disederhanakan. Prodi maupun perguruan tinggi dapat secara sukarela mengajukan akreditasi. Lima tahunan program akreditasi yang selama ini dijalankan oleh BAN-PT akan tetap dilanjutkan dengan penyempurnaan. Sedangkan perguruan tinggi yang telah mendapatkan akreditasi dari badan akreditasi dunia secara otomatis akan mendapatkan peringkat A oleh Kemdikbud.

Kedua, Pembukaan Prodi Baru. Kemendikbud di era Kampus Merdeka ini memberikan akses yang lebih mudah bagi perguruan tinggi untuk membuka prodi baru yakni bagi perguruan tinggi yang akreditasinya A atau B. Nadiem mengatakan bahwa, kampus akan diberikan hak otonom guna pembukaan prodi baru yakni bagi yang telah melakukan kerjasama dengan organisasi atau universitas yang masuk pada QS top 100 world universities. Dalam penetapan kebijakan ini ada pengecualian pada program pendidikan dan juga bidang kesehatan.

Paket kebijakan yang ketiga adalah kemudahan Perguruan tinggi Satker menjadi PTN-BH. PTN satker adalah sebuah perguruan tinggi negeri dengan status sebagai satuan kerja dimana di dalamnya terdapat layanan umum yang tersedia. Perubahan tersebut dilakukan dengan mengubah PTN satker menjadi PTN BH (perguruan tinggi negeri dengan kekuatan badan hukum).

Kebijakan Mas Mentri yang ketiga ini memudahkan semua PTN untuk berubah ke PTN ber BH dengan demikian PTN akan  dapat berkompetisi di panggung dunia. Menteri Nadiem menegaskan bahwa dengan perubahan ini PTN akan mudah melakukan kerjasama dengan dunia industri. Perubahan juga sebagai konsekwensi memudahkan PTN melakukan otonomi dan keleluasaan dalam pengaturan keuangan dengan cepat sesuai dengan yang paling dibutuhkan.

Sedangkan paket kebijakan keempat adalah adanya hak mahasiwa untuk belajar di luar prodinya selama dua atau tiga semester.

Point utama yang sekarang ini sedang terus diperbincangkan dalam rangka implementasi adalah point keempat dimana mahasiswa harus diberi berkesempatan untuk 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) sks menempuh pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama,  dan paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) sks menempuh pembelajaran pada prodi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda, atau pembelajaran pada prodi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi.

Mas Menteri Nadiem berharap bahwa dengan diluncurkannya program ini dapat mendorong mahasiswa menguasi beragam kompetensi dan mendekatkan mahasiswa pada capaian-capain praktik dunia kerja secara langsung guna mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang siap terjun di dunia kerja.

Harapan Mas Menteri ini bukan tanpa alasan. Hal ini tidak lainguna merespon tantangan era idustri 4.0 yang mensyaratkan pemenuhan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya menguasai teori-teori akademik semata, melainkan juga harus memiliki kompetensi praktik yang kolaboratif dengan dunia industri mutakhir.

MBKM di Era Industri 4.0

Istilah Era Industri 4.0 sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Sebagaimana dikutip dari Encyclopedia Britannica (2015), revolusi industri ini menandai serangkaian pergolakan sosial, politik, budaya dan ekonomi dan ini akan berlangsung selama abad ke-21. Jika pada revolusi industri  ke tiga lebih pada penyiapan dan ketersediaan secara luas teknologi digital, maka di era 4.0 sebagian besar didorong oleh konvergensi inovasi digital, biologis dan fisik.

Sedangkan menurut Herman dikutip oleh Wikipedia menyebutkan bahwa era industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”. Pabrik cerdas ini berisi moduler, sistem siber-fisik, mengawasi proses fisik dan semua berbasis virtual.Yuwono (ubaya.ac.id : 2020) menyebutkan bahwa revolusi industri 4.0 adalah kolaborasi cerdas antara teknologi cyber dan otomatisasi.

Indonesia pada sisi ini telah merespon secara cepat dan siap untuk menerapkannya, terbukti dengan diluncurkannya program “Making Indonesia 4.0” oleh Presiden Joko Widodo pada awal April 2018. Hal ini menandakan Era Industri 4.0 harus disambut dengan disemua lini, baik pada kebijakan ekonomi, kesehatan dan juga pendidikan.

Impelemtasi era industri 4.0 sejatinya makin tidak dapat ditawar kehadirannya. Pandemi covid-19 yang saat ini masih berlangsung, memaksa semua elemen termasuk dunia pendidikan beralih ke dunia virtual. Kuliah online, Pendidikan jarak jauh, praktik online adalah bukti dan tanda era industri 4.0 telah menjadi bagian dari kehidupan di masa pandemi ini dan akan terus berlangsung bahkan pascapandemi. Jika perguruan tinggi tidak segera berbenah, mempersiapkan SDM mahasiswa yang siap menghadapi era industri 4.0 maka lambat tapi pasti perguruan tinggi tersebut akan ditinggalkan oleh calon mahasiswanya.

Maka dalam konteks itupulah, kebijakan Mas Menteri yang meluncurkan MBKM harus direspon secara positif dan kontributif guna menyiapkan SDM unggul di era serba industri ini. Kendala pasti ada dalam setiap usaha. Apalagi kebijakan ini tentu dirasa amat berat bagi perguruan tinggi yang tergolong relative masih belum “siuman”.

Kendala utama implementasi MBKM sebagaimana yang dirasakan oleh beberapa prodi utamanya perguruan tiggi swasta sebagai pelaksana pilot projectdi tahun ini adalah mekanisme kerjasama prodi dengan mitra baik perguruan tinggi lain atau dunia industri. 

Bagi PTS besar hal ini tentu tidak menjadi persoalan besar, akan tetapi bagi PTS kecil kewajiban ini tentu memunculkan kendala yang tidak ringan. Muncul beberapa pertanyaan di kalangan PTS kecil yaitu pertama bagaimana strategi dan cara PTS melaksanan MoU dengan perusahaan besar? Kedua apakah PTN dan PTS besar mau bekerjasama dengan PTS kecil? Atau PTN dan PTS yang telah terakreditasi A dengan “ihlas” kerjasama dengan PTS yang akreditasinya B atau C?. Kondisi ini juga penulis rasakan sebagai salah satu tim implementasi MBKM prodi dimana melakukan MoU dengan Lembaga atau instansi luar membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra guna meyakinkan mitra prodi kita layak untuk diterima sebagai mitra MBKM.

Persoalan ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang jelas berdasarkan beberapa pertimbangan kondisi perguruan tinggi yang tidak sama kualitas dan kuantitasnya. PTS kecil dengan keterbatasan sarana prasarana, sumberdaya manusia dan pendanaan yang serba terbatas dan apalagi PTS dengan kendala alam dan geografis terpencil tentu akan mendapatkan kendala dan tantangan yang cukup berat jika harus berkolaborasi dan bermitra dengan PTN atau PTS besar. Tanpa adanya tata aturan yang jelas dan kesepahaman visi antara Kemendikbud denngan kementrian lainnya, kebijakan Mas Mentri ini dirasa hanya bagus secara aturan tetapi akan memunculkan kendala pada tataran implementatif di lapangan. Semoga kendala teknis ini segera dapat dicarikan solusi konstruktif guna merealisasikan penyiapan SDM unggul di era kampus merdeka. Semoga. [**]

**Oleh: Rohmat Suprapto
Penulis adalah Dosen dan Tim Pengembang Kurikulum MBKM Program Studi Pendidikan Matematika Unimus, Kepala Lembaga Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Unimus 2012-2016 dan 2016-2020, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PW Muhammadiyah Jawa Tengah


Tags
SHARE