SHARE

Istimewa (Net)

CARAPANDANG.COM -  Universitas Indonesia (UI) dalam melakukan dan menghasilkan riset dan inovasi selalu mengedepankan keunggulan dan relevan dengan situasi masyarakat. 

Demikian disampaikan oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro dalam keterangannya, Sabtu (24/7). 

Dia memberikan contoh, pada situasi pandemi Covid-19, pihaknya telah  memberikan sumbangan penting dan nyata di berbagai bidang, seperti inkubator, ventilator, Pusat Krisis Pelayanan Pasien COVID-19, seminar, dan workshop yang berkaitan dengan ketahanan masyarakat dalam menghadapi Covid-19. 

Ari mengatakan Senat Akademik UI telah banyak menghasilkan norma yang berkaitan dengan kegiatan akademik UI. Dia pun memberikan apresiasi kepada Senat Akademik UI yang telah menyelenggarakan berbagai kegiatan diskusi.

Menurutnya dengan berbagai diskusi tersebut diharapakan akan menghadirkan  pencerahan, terobosan atau solusi terhadap masalah yang  sedang bangsa Indonesia hadapi.

Senat Akademik UI menyelenggarakan Diskusi Satu Hari Senat Akademik Komisi-2 dengan mengangkat tema “Regulasi untuk Akselerasi Inovasi UI” yang dilaksanakan secara daring.

Ketua Senat Akademik UI, Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi menyampaikan bahwa dalam kaitannya dengan pentingnya riset dan inovasi, Senat Akademik UI merasa perlu menyusun regulasi yang dapat mempercepat proses inovasi di UI.

"Inovasi harus terus dilakukan terutama dalam membentuk terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi suatu kekuatan yang dapat memperlihatkan akuntabilitas pendidikan, yang tidak hanya berfokus pada kegiatan belajar mengajar, juga memperhatikan kegiatan risetnya," katanya.

Prof. Nachrowi mengatakan bahwa ia dan anggota Senat Akademik lainnya telah berdiskusi mengidentifikasi kendala inovasi di UI dengan para peneliti, para pimpinan di UI dan fakultas, dan juga dengan pihak eksternal seperti Kepala BRIN dan lainnya.

Kendala inovasi itu ada empat, yang pertama adalah yang berkaitan dengan inovator dan UI, di mana inovator merasa tidak optimal dibantu oleh UI, kemudian mencari sendiri investor dan berakhir timbul dispute antara UI dan inovator.

Kedua, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI, memberikan evaluasi bahwa UI kurang aktif mengurus pengaturan royalti para inovatornya. Ketiga, kolaborasi dengan industri dinilai agak telat sehingga arah inovasi tidak/kurang selaras dengan kebutuhan pasar/masyarakat dan spesifikasinya kurang efisien.

Terakhir, perlu ada lembaga yang membantu inovator mengomersialisasikan produknya, membantu merancang business plan, marketing, dan sebagainya sehingga inovator dapat fokus ke penelitian dan menemukan produk baru.

Tags
SHARE