SHARE

Foto: Antara

Terlebih terdapat fakta yang dianggap menyakitkan oleh Aremania mengingat selama 23 tahun lamanya Arema tidak pernah kalah di kandang ketika menghadapi Persebaya. Rekor apik tersebut kemudian sirna tatkala Persebaya berhasil menaklukkan Arema.

Selain kekecewaan, kericuhan ini juga tampaknya disebabkan oleh berbagai akumulasi ketidakdisiplinan suporter di Indonesia secara umum.

Mereka tidak melihat rambu-rambu sportivitas sebagai batas yang nyata yang seharusnya dipegang teguh. Aroma rivalitas membuat banyak suporter klub-klub di Indonesia kerap gelap mata.
 

Rivalitas di luar batas

Rivalitas dalam sepak bola adalah hal biasa. Bahkan banyak klub besar di Eropa sebagai parameter sepak bola dunia juga memiliki tradisi rivalitas yang besar dan mengakar.

Contoh itu bisa kita lihat dari rivalitas antara Real Madrid dan Barcelona. Atau antara tim sekota Milan yakni Inter Milan dan AC Milan.

Akan tetapi rivalitas tersebut tidak sedalam dan sebrutal rivalitas klub-klub yang berlaga di liga Indonesia.

Kita dapat menyaksikan ketegangan yang terjadi akibat rivalitas antarklub di liga Indonesia selanjutnya berujung pada larangan suporter tim tamu untuk datang ke stadion.

Misalnya, ketika Persija menjamu Persib di Jakarta, maka praktis tidak akan ada suporter dari Persib yang di izinkan untuk datang ke stadion. Demikian pula sebaliknya.

Pemandangan ini tentu tidak akan ditemukan di liga-liga Eropa. Pendukung AC Milan tetap bisa datang dalam pertandingan tandang (away) ketika berjumpa dengan Inter Milan. Pendukung Schalke 04 tetap bisa bersorak dalam Revierderby di Stadion Signal Iduna Park di Dortmund.

Artinya, rivalitas itu hanya terjadi di atas lapangan dan di dalam stadion.

Di luar itu rivalitas memang masih ada tetapi persaingan tersebut masih dalam batas yang wajar sehingga tidak sampai menimbulkan tindakan brutal. Hal itu terlihat sekurang-kurangnya selama 2 dekade terakhir ini.

Sementara di Indonesia, rivalitas meluas keluar stadion. Bahkan nampaknya rivalitas di luar stadion menjadi terlalu dominan sehingga dalam banyak situasi mengarah pada tindakan di luar batas yang wajar. Terhitung sejak tahun 1990-an, kasus kekerasan dalam sepak bola Indonesia yang berujung luka berat dan menelan korban jiwa tercatat sebanyak 48 kejadian.

Jumlah tersebut tentu menjadi jumlah yang terbilang tinggi di kawasan Asia Tenggara bahkan Asia.

Halaman :