SHARE

Tangkap Layar - Presiden menyapa masyarakat Maumere

CARAPANDANG.COM – Video berdurasi 30 detik viral belum lama ini dan hingga hari ini masih belum tuntas di bahas. Video tersebut menunjukkan kerumunan manusia di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diantara mereka ada Presiden Joko Widodo.

Kometar pro dan kontra pun bertebaran di dunia maya melihat “keampuhan” vaksin COVID-19, dimana Presiden baru saja di vaksin tahap II.

Kejadian ini pun akhirnya banyak menghubungkan ke kerumunan yang terjadi di rumah Habib Riziq Shihab.

Seperti yang dikatakan oleh Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon. Mengutip Detiknews, dia menyebut kerumunan saat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terjadi karena spontanitas warga. Fadli lalu menyinggung kerumunan karena spontanitas itu juga yang terjadi dalam kerumunan Habib Rizieq Shihab.

"Menurut saya, spontanitas seperti itu sulit dihindari. Itu pula yang terjadi dengan kedatangan Habib Rizieq dan acara pernikahan putrinya di Petamburan," kata Fadli Zon.

Fadli menyebut seharusnya kerumunan yang terjadi saat kedatangan Presiden Jokowi juga ditindak. Dengan begitu, kata dia, tidak ada standar ganda yang terjadi terkait protokol kesehatan.

Kemudian, Deklarator Front Persaudaraan Islam (FPI) Munarman menyebut kerumunan yang terjadi saat acara Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), bisa masuk ke ranah hukum.

Mengutip JPNN, Munarman pun menyinggung tentang Pasal 160 KUHP tentang menghasut masyarakat sehingga terjadi kerumunan pada masa pandemi COVID-19 ini. Pasal tersebut bisa dikenakan setelah terdapat pembagian bingkisan dari Jokowi ke warga yang berkerumun.

"Jangan lupa ada pemberian hadiah dalam kegiatan tersebut yang merupakan unsur penghasutan untuk massa hadir dalam kerumunan yang adalah pelanggaran protokol kesehatan," ujar Munarman.

Berbeda dengan kedua tokoh ini, Pegiat media sosial, Ferdinand Hutahaean mengatakan peristiwa kerumunan Presiden Jokowi saat kunjungan ke Maumere, NTT tidak bisa disamakan dengan kasus yang menjerat Habib Rizieq Shihab.

"Tidak boleh asal melihat, wah ini kerumunan pelanggaran, wah ini kerumunan pidana. Tidak boleh begitu," ucap Ferdinand. Mantan politikus Partai Demokrat itu menilai kerumunan Jokowi di NTT hampir mirip dengan peristiwa penyambutan Habib Rizieq Shihab yang bikin macet Bandara Soekarno Hatta saat pulang dari Arab Saudi.

Relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer pun senada dengan Ferdinand. Dia mengatakan kehadiran Presiden Jokowi ke Maumere dan disambut oleh masyarakat adalah spontanitas, tidak ada seruan dan tidak ada persiapan.

"Harusnya Fadli bisa melihat kehadiran rakyat di Maumere adalah spontanitas. Tidak ada seruan, tidak ada persiapan. Tidak ada mobilisasi," kata pria yang akrab disapa Nuel tersebut, melansir Detiknews.

Terkait hal ini, mengutip dari Tirto.id, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan meski Jokowi sudah menjalani vaksinasi, itu tidak menjamin 100 persen ia tidak akan terinfeksi.

Pertama karena pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) di Indonesia belum mumpuni sehingga potensi penularan lebih tinggi, kedua kasus COVID-19 di NTT banyak yang tidak terdeteksi, katanya. Selain itu tentu itu berbahaya bagi masyarakat itu sendiri.

“Apalagi NTT performa pengendaliannya [virus] buruk, testing-tracing rendah. Respons awalnya tidak berbasis sains,” ujarnya.

Meskipun NTT tidak termasuk daerah yang memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), menurut Dicky semestinya Jokowi bisa menekan pemda untuk menerapkan strategi 3T dan 5M.

“Sekaligus memberikan contoh tentang pentingnya 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi). Situasi seperti ini kita perlu keteladanan dan juga memberikan contoh konsistensi komitmen mematuhi prokes,” ujarnya.

Masih dari Tirto.id, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan hal serupa. Namun, masalahnya sulit berharap ada sanksi sebagaimana pelanggar protokol kesehatan lain.

“Karena penegakan hukum pasti ada politik penegakan hukumnya,” ujar Asfin.

“Ini contoh bagus banget untuk membuka kedok omongan penegak hukum atau pejabat pemerintah selama ini yang mengatakan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum,” tambahnya.