SHARE

SMK Negeri 2 Padang (istimewa)

CARAPANDANG.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia melakukan pemantauan lapangan terkait implementasi Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.  Dari pantauan lapangan oleh jaringan FSGI di berbagai daerah, ternyata SKB 3 Menteri menimbulkan mis-informasi di kalangan peserta didik, pendidik dan orangtua peserta didik.

SKB 3 Menteri yang diterbitkan tersebut untuk mengatur ketentuan tentang  penggunaan seragam dan atribut  bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.  SKB 3 Menteri itu salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri berhak memilih seragam yang dikenakan dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu.

”Terbitnya SKB 3 Menteri ini diduga sangat erat kaitannya dengan peristiwa di SMK Negeri 2 Padang. Jangan sampai SKB ini hanya sebagai tindakan reaktif pemerintah untuk meredam gejolak  yang muncul dari kasus tersebut tanpa kajian dan tindak lanjut untuk menyelesaikan tindakan intoleran dalam bentuk lainnya di sekolah. Seperti yang disampaikan Menag pada saat peluncuran SKB ini, apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang merupakan puncak gunung es dari budaya intoleran di sekolah. Sehingga kami sangat berkeyakinan bahwa hadirnya SKB ini tidak akan cukup untuk menyelesaikan tindakan intoleran di sekolah,” sebut Heru Purnomo, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Terkait hal ini, FSGI menemukan bahwa telah muncul misinformasi terkait kehadiran SKB 3 Menteri ini di kalangan publik yang disebarkan lewat media sosial. Pro kontra yang sangat tajam plus ketidakpercayaan terhadap pemerintah termasuk Mendikbud membuat misinformasi ini tersebar dengan masif.

“Pro kontra yang terjadi tidak bisa dipandang sebelah mata bahkan dikhawatirkan dapat menjadi amunisi tindakan intoleran lainnya”, ujar Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI.

“Di lingkungan saya dan saya menyimak melalui grup-grup WhatsApp, banyak orang tua yang khawatir, terutama yang menyekolahkan anaknya di Madrasah. Mereka khawatir jika madrasah seperti MI, MTs maupun MA jangan-jangan juga akan dikenakan aturan yang sama. Akan diberi kebebasan memilih untuk menggunakan jilbab atau tidak,” ucap Slamet Maryanto, Guru SMAN 38 Jakarta.

Hal senada diungkapkan oleh Nihan, Kepala SMA Negeri 3 Kabupaten Seluma, Bengkulu, yang menuturkan bahwa di sekolahnya, orang tuanya beranggapan bahwa penggunaan jilbab dilarang sama sekali. Bahkan ada yang beranggapan bahwa siswa diberi hak sebebas-bebasnya untuk menentukan bentuk dan jenis seragam sekolahnya. Sebagai Kepala Sekolah tentunya saya belum bisa memberikan klarifikasi karena belum disosialisasikan.

Sementara itu, Kepala SMPN 52 Jakarta, Heru Purnomo mengungkapkan, bahwa sebelum keluarnya SKB 3 Menteri, sebagian sekolah itu ada yang mewajibkan, bagi siswa yang menggunakan jilbab, agar menggunakan jilbab yang ada logo sekolahnya.

“Lalu Ini bagaimana? Apa mau dilarang pakai jilbab berlogo sekolah, karena  jangan sampai kami divonis melanggar SKB tersebut. Padahal, Kami tidak mewajibkan siswa untuk berjilbab?“ tambah Heru.

Selain itu, ada juga keresahan pada para guru yang mengampu pelajaran agama Islam, karena  guru Pendidikan Agama Islam tersebut,  selama ini mewajibkan penggunaan jilbab pada peserta didik yang memengikuti mata pelajaran agama Islam.

“Jadi hanya diwajibkan kepada siswi yang sehari hari tidak menggunakan jilbab. Artinya hanya saat  pembelajaran tatap muka khusus pelajaran agama Islam, apakah ini termasuk pelanggaran,” ujar Eka Ilham, Kepala Divisi Litbang FSGI.

Dalam SKB ditentukan juga bahwa Sekolah dan daerah diberikan waktu dalam  30 hari ke depan untuk mencabut aturannya yang melarang atau mewajibkan  seragam sekolah dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu.

“Jika waktunya 30 hari sejak ditandatangani pada 4 Februari 2021,  menurut FSGI hal tersebut sulit di laksanakan di lapangan, mengingat sebagian besar sekolah saat ini masih Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), bagaimana control pemerintah dalam 30 hari kedepan, sementara sistem pengawasan dan siapa yang melakukan pengawasan, belum di atur dalam SKB 3 Menteri tersebut,” urai Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI.