SHARE

Istimewa

CARAPANDANG.COM- Kebiasaan sering terbangun dari tidur untuk buang air kecil jangan disepelekan. Bisa jadi, ada masalah kesehatan yang disebut nokturia yang mungkin bisa terjadi.

Nokturia dapat didefinisikan sebagai berapa kali seseorang berkemih dalam periode tidur utamanya, saat seseorang terbangun dari tidurnya untuk berkemih pertama kali dan setiap berkemih selanjutnya harus diikuti tidur atau keinginan untuk tidur.

Dokter spesialis urologi Harrina Erlianti Rahardjo menjelaskan, periode tidur utama yang dimaksud umumnya adalah tidur di malam hari. Namun, bukan tidak mungkin ada orang yang tidur utamanya terjadi di siang hari karena bekerja di malam hari.

"Semua harus dicatat pada catatan harian berkemih," kata Harrina.

"Kalau seandainya seseorang yang mengeluh dirinya begadang semalaman, kemudian bolak-balik kencing, itu tidak digolongkan dalam nokturia," kata Harrina dalam sebuah temu media virtual pada Jumat (18/12/2020).

Ketua Indonesian Society of Female and Functional Urology (INASFFU) ini mengatakan bahwa nokturia terjadi apabila ada periode tidur, terbangun untuk buang air kecil, dan setelah itu kembali tidur.

Dalam keterangannya, Harrina mengungkapkan bahwa dalam sebuah studi pada 1.555 subyek dari 7 kota di Indonesia, prevalensi nokturia mencapai 61,4 persen.

Dari total prevalensi tersebut, 61,4 persen terjadi pada laki-laki dan 38,6 persen pada perempuan. Kondisi ini paling banyak didapatkan pada kelompok usia 55 hingga 56 tahun.

"Berbagai hal seperti kelainan saluran kemih bagian bawah, gangguan ginjal, hormonal, tidur, jantung dan pembuluh darah, psikologis dan diet dapat menjadi penyebabnya," kata Harrina.

Staf Medis Departemen Urologi FKUI-RSCM ini mengatakan, nokturia sesungguhnya penting untuk mendapatkan evaluasi, serta terapi atau perawatan yang tepat.

"Karena terbayang kalau seseorang tidur, kemudian bolak-balik terbangun, bukan hanya sekali, bahkan dua sampai tiga kali dalam semalam, kualitas tidur sangat terganggu."

Selain itu, nokturia juga bisa berakibat pada munculnya risiko seseorang mengalami kecelakaan akibat terjatuh karena mengantuk, kecelakaan lalu lintas karena menyetir keesokan harinya, hingga ketika sedang bekerja.

Saat pemeriksaan, umumnya dokter akan melakukan wawancara mengenai gejala nokturia, gejala saluran kemih bagian bawah lain, danberbagai hal yang dapat menyebabkan nokturia.

"Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, tanda vital, jantung, paru-paru, pembesaran liver (hati) dan kandung kemih yang penuh, pemeriksaan prostat dan organ panggul serta pembengkakkan pada tungkai atau mata kaki," kata Harrina.

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan juga meliputi pemeriksaan protein spesifik antigen (PSA) untuk prostat, fungsi ginjal, elektrolit darah, gula darah, dan juga analisis urine.

"Bila diperlukan pemeriksaan hormon seks, fungsi tiroid, sisa urine pasca berkemih, dan elektrokardiogram dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis nokturia dan penyebabnya."

Harrina mengungkapkan, ada beberapa terapi perilaku yang bisa dilakukan pasien. Beberapa di antaranya yakni pembatasan garam, protein, dan kalori untuk pencegahan terhadap obesitas dan diabetes, serta membatasi asupan cairan di sore dan malam hari.

"Pemberian obat dilakukan jika terapi lini pertama seperti intervensi gaya hidup, latihan kandung kemih dan otot dasar panggul, tidak menghasilkan perbaikan gejala," ujarnya.

Tags
SHARE